assalamualaikum temen temen, jumpa lagi nih di postingan selanjutnya. yuks, disimak ceritanya.
nahh, itulah cerita kali ini, silahkan like and coment ya...
Dari
Ulur sampai Panen
Oleh: Risma Wigati
Otot kawat tulang besi, bolo sewu, dan masih
banyak lagi ungkapan konyol yang dilontarkan orang-orang padanya. Perempuan ini
memang beda. Orang-orang sering heran dengan kegiatannya. Bagaimana tidak? Ibu
dua anak ini sangat giat bekerja. Anak sulungnya yang cantik telah menikah, dan
bekerja sebagai pengajar. Anak bungsunya, yaitu aku.. sedang kuliah.
Musim
panen padi tahun ini, memang lumayan menyulitkan untuknya. Sawah ladangnya
memang tidak banyak, namun cukup luas. “Aduhh.., nak! Padi di sawah kita ambruk, sampai-sampai tetanggamu mau buat
sawah Emak untuk main bola” kata Emak padaku sambil menghela nafas. Kulihat
raut wajahnya yang sendu, memikirkan semua tanggung jawab dan pekerjaannya.
Sesekali, ia mengusap peluhnya dengan telapak tangannya yang keras dan tebal.
Aku sedih belum bisa membuatnya bahagia.
Libur
akibat wabah ini, memang membawa berkah bagiku dan Emak. Betapa tidak, jika aku
tak ada di rumah, siapa yang akan membantu Emak panen padi di sawah? Emak harus
ke sawah sendirian, karena nenek sudah tua. Dari menanam padi, menyiangi
rumput, sampai panen dikerjakannya sendiri. Tak hanya itu, ia masih harus
mengurusi ternak sapi kesayangannya. Sampai-sampai punggungnya sakit karena
menggendong kolonjono terlalu banyak.
Sebab itulah, banyak orang yang heran dengan kuat tenaganya, yang hampir tidak
dimiliki orang lain. Namun, bagiku Allah-lah yang menguatkan Emak, menguatkan
tenaganya karena tekadnya untuk menghidupi keluarga yang begitu besar.
Semenjak, 6 tahun silam, Bapak meninggalkan kami untuk selamanya, Emak bertekad
agar bisa menyekolahkan anak-anaknya sampai setinggi-tingginya. Sungguh,
memilukan cerita ini.
Emak
tak menghiraukan panas terik yang kian membakar punggung dan mengucurkan keringatnya. Hampir sebulan aku
dan Emak panen padi di tiga tempat. Semuanya, dikerjakan sendiri oleh Emak.
Mulai dari ngarit, gepyok padi,
sampai mengusung padi puluhan bagor
ia kerjakan sendiri. Aku yakin banyak orang yang takkan percaya kalau tidak
melihat faktanya sendiri. Makanya, orang-orang sering bilang Emak punya bolo sewu artinya bala bantuan seribu. Wkwkwk, sungguh begitu lucu ku mendengarnya. Seperti
yang kubilang tadi, meskipun libur aku tetap kuliah online, banyak tugas
memang. Tapi, tak apalah selama aku bersama Emak, aku kuat menjalaninya.
Makanya, setiap hari libur aku di sawah, Senin sampai Kamis aku berangkat
sehabis Dhuhur. Karena paginya masih ada tugas dan diskusi online. Tak jarang hape kesayangannku yang menurutku
harganya mahal, kubawa ke ladang, saking
takutnya kalau ada info mendadak. Aku pun pernah menjawab pertanyaan saat
diskusi di gubuk, pernah juga disemprot Dosen karena pertanyaanku terlalu
banyak, padahal saat itu aku sedang membantu Emak mengusung gabah puluhan bagor itu. Terkadang nyesek
juga, tapi biasa sajalah.., hidup itu kalau nggak
nano-nano nggak asyik namanya nggak
ngalami seninya hidup.
Terik sinar mentari tak pernah menyurutkan
langkahnya. Semua kesulitan hidup tak pernah menurunkan semangatnya. Emak sudah
bertekad cukup ia saja yang menjadi petani. Anak-anaknya jangan, sehingga ia
ingin mewariskan ilmu kepada anak-anaknya. Karena baginya, ilmu akan membawa
anaknya menuju kehidupan yang lebih baik. Usai panen padi, pekerjaan ulur
kacang pun menanti. Lagi-lagi bolosewunya
Emak beraksi. Nyatanya Emak mencangkul papan sawah itu sendirian meskipun Emak sedang puasa. Semua kegigihan dan
semangat Emaklah yang selalu menguatkanku. Membuat aku lebih bersyukur atas
semua keadaan ini. Sangat mungkin, di luar sana ada yang menginginkan hidup
seperti kami. nahh, itulah cerita kali ini, silahkan like and coment ya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar